JURNALIS-KOMNAS
Sanggau, Kalimantan Barat.
Dugaan penyimpangan distribusi BBM bersubsidi kembali mencuat, SPBU 64.785.06 di Balai Karangan, kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, diduga kuat sebagai ladang subur bagi praktik kecurangan distribusi, bukannya melayani masyarakat yang berhak, SPBU ini justru diduga mendistribusikan BBM bersubsidi menjadi bisnis gelap lewat jeriken-jeriken misterius milik para spekulan untuk diperdagangkan lagi.
Setiap hari warga harus berkeringat mengantri berjam-jam, sementara jeriken-jeriken melenggang tanpa hambatan, seolah punya hak istimewa mendapatkan BBM bersubsidi.
“Kami ini pelanggan sah, tapi malah dianaktirikan! Jeriken jalan terus, kendaraan malah disuruh antre lama! Ini sudah keterlaluan!” keluh warga Balai Karangan berinisial BJ yang kecewa dengan situasi ini. (dilansir dari media online kpksigap.com yang terbit pada 5/3/2025)
Bukan sekadar isu, dugaan penyimpangan distribusi BBM bersubsidi ini mengangkangi hukum secara terang-terangan, sesuai Perpres Nomor 191 Tahun 2014, BBM bersubsidi hanya boleh dijual kepada kendaraan yang berhak, bukan kepada mafia penimbun atau spekulan untuk dijual dengan harga yang tinggi. Jika terbukti, pelaku dapat dijerat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan ancaman penjara 6 tahun dan denda hingga Rp60 miliar.
“Meskipun aturan dan UU sudah jelas, SPBU ini tetap beroperasi tanpa hambatan, diduga ada perlindungan atau bekingan dari oknum-oknum yang merasa kebal hukum,” katanya.
“Siapa yang melindungi?, kenapa dibiarkan?, apakah peraturan dan hukum hanya berlaku bagi rakyat kecil?,” tanyanya.
Sampai berita ini diterbitkan, pengelola SPBU memilih bungkam, tak ada klarifikasi, tak ada jawaban dan penjelasan, sikap ini justru semakin memperkuat dugaan bahwa praktik ini bukan sekadar kesalahan teknis, melainkan permainan para mafia yang sistematis merambah kepada oknum-oknum APH yang sejatinya adalah Penegak Hukum yang berlaku.
Sementara masyarakat yang berhak mendapatkan BBM bersubsidi menjerit, berteriak, karena fakta yang mereka lihat dan rasakan. Pertamina dan APH di wilayah hukum kabupaten Sanggau sibuk seperti tidak tahu adanya praktik penyimpangan distribusi BBM bersubsidi di SPBU 64.785.06 Balai Karangan tersebut.
Jika penyimpangan ini terus dibiarkan, apakah Tupoksi APH sudah tumpul atau ada persekongkolan?, masyarakat hanya diberi slogan tentang Penegakan hukum sebagai teori yang bertolak belakang dengan fakta yang terjadi, sementara mafia BBM terus berpesta, membodohi masyarakat, mengeruk keuntungan bisnis kotor BBM bersubsidi.
Jika APH tetap diam, maka masyarakat semakin banyak yang bertanya, siapa sebenarnya yang berkuasa, Hukum atau Mafia BBM?, apakah APH telah dikuasai oleh para Mafia BBM?.
Timred
PT. MEDIA KOMNAS NEWS
jurnalis-komnas.com
Pimred,
Edy Rahman, S.Sos
0821 4971 1514